MOJOKERTO, MADUTV – Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) total kasus stunting nasional tahun 2023 di angka 21.5 persen, 17.7 persen di Provinsi Jawa Timur dan Kota Mojokerto mencapai angka 11 persen. Capaian tersebut disampaikan saat Audit Kasus Stunting I yang digelar oleh Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Pendopo Sabha Kridatana Rumah Rakyat pada Kamis (15/8/2024).
Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting, Gaguk Tri Prasetyo, menerangkan bahwa penanganan stunting memerlukan keterlibatan dari banyak pihak. Dirinya menilai, program strategis nasional itu bukan semata-mata masalah kesehatan belaka, melainkan banyak faktor lain yang menyebabkannya sehingga perlu digalakkan.
“Stunting menjadi program strategis nasional termasuk Kota Mojokerto dan stunting bukan semata-mata masalah kesehatan, ada masalah sosial, pendidikan, pola hidup, dan sebagainya. Sehingga penanganan stunting harus melibatkan banyak pihak, harus dilakukan secara masif di seluruh lini oleh karena itu banyak dinas yang terlibat,” tegas pria yang sekaligus Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mojokerto tersebut.
Dirinya juga berpendapat, pencegahan stunting dapat menjadi peluang yang baik menuju Indonesia emas 2045 sekaligus sangat diperlukan untuk menghadapi potensi bonus demografi kedepannya.
“Mewujudkan Indonesia emas ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, tidak hanya infrastruktur, teknologi informasi, tidak hanya sekedar regulasi tapi yang terpenting adalah sumber daya manusia. Terlebih Indonesia akan menghadapi bonus demografi, yang apabila dipersiapkan dengan tepat akan menjadi potensi,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DinkesP2KB) dr. Farida Mariana menyampaikan prevalensi stunting berdasarkan data yang diperoleh dari penimbangan balita yang ada di Posyandu pada bulan Juli adalah 108 balita. Jumlahnya terus menurun setiap bulan.
“Pada awal tahun 2024 terdapat 119 balita stunting yang terus menurun menjadi 117 pada bulan maret dan menjadi 108 balita pada pengambilan data final di Bulan Agustus 2024,” terangnya.
Hal ini senada dengan laporan perhitungan Elektronik Pencatatan Laporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM), yang prevalensinya sendiri di Kota Mojokerto selama beberapa periode lalu, terus melandai secara bertahap. Mulai dari 3,12 pada 2022 menjadi 2,04 pada 2023 dan mencapai 1,85 per Juli 2024.
Penanganannya, lanjut Farida, diterapkan melalui 3 intervensi yaitu spesifik, sensitif dan konvergensi (kolaboratif).
“Area spesifik masuk ranahnya dinas kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan, penanganan penyakit. Untuk ranah sensitif ada bantuan dari dinas sosial untuk keluarga miskin, bedah rumah untuk keluarga balita stunting dari Dinas PUPR Perakim, serta pelatihan wirausaha bagi orang tua balita stunting,” jabarnya.(Aji)