
TULUNGAGUNG – Di tengah keanekaragaman kuliner Indonesia yang begitu memikat, Nasi Tiwul muncul sebagai jawaban bagi mereka yang ingin mencicipi cita rasa tradisional yang kaya akan sejarah. Makanan yang satu ini tidak hanya lezat namun juga sarat makna perjuangan.
Kisah Nasi Tiwul sebagai pengganti nasi pada masa penjajahan Jepang menggugah nostalgia. Saat itu, harga beras yang melambung tinggi membuat masyarakat Indonesia mencari alternatif lain untuk mengisi perut. Muncullah Nasi Tiwul sebagai solusi yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga lezat.
Kini, Nasi Tiwul menjadi menu yang sangat dicari, khususnya di Tulungagung, di mana kehadirannya menggugah rasa kangen akan cita rasa tradisional. Mbak Sih, seorang pedagang Sego Tiwul di Campurdarat Tulungagung, dengan bangga mengungkapkan bahwa keputusannya untuk menjual Nasi Tiwul didasari oleh keinginan mempertahankan nilai-nilai perjuangan masa lalu.
Mbak Sih tidak hanya menjadi pedagang, tapi juga tangan kreatif di dapur. Ia membuat Nasi Tiwul sendiri dengan cara yang tradisional, mengupas singkong, mencuci, menjemur, menyetrika, dan mengolahnya dengan penuh dedikasi. Setiap hari, ia berhasil menjual hingga 7 kg Nasi Tiwul, membuktikan bahwa minat masyarakat terhadap hidangan ini semakin meningkat.
“Nasi Tiwul semakin nikmat jika disajikan dengan sambal bawang, botok ikan tuna, tongkol, ikan semar, kuah lodho, serta sayuran,” ungkap Mbak Sih dengan senyum penuh kebahagiaan. Ia pun menawarkan pengalaman kuliner yang autentik dan menyentuh selera masyarakat.
Harga yang terjangkau, mulai dari 5 hingga 12 ribu rupiah, membuat Nasi Tiwul Mbak Sih semakin dicintai oleh banyak kalangan. Warungnya buka dari pukul 11 siang hingga 10 malam, memberikan peluang bagi siapa saja untuk menikmati sajian khas Tulungagung ini.
Selain Nasi Tiwul, Mbak Sih juga menyajikan berbagai hidangan tradisional dari singkong, seperti Plenggong Singkong berisi pisang, Kemplang Singkong berisi gula merah, dan Sredek atau Telo Goreng. Inilah warung yang tidak hanya menyuguhkan makanan lezat, tetapi juga menyimpan potongan sejarah dan kehangatan tradisi di setiap suapan.