“Kami berharap Dubes KBRI Tokyo mempromosikan rencana pembangunan ini kepada investor di Jepang. Siapa tahu mereka tertarik berinvestasi di Natuna,” kata Ansar Ahmad saat melakukan rapat terbatas secara zoom meeting bersama Dubes KBRI Tokyo Heri, melalui ruang kerja di Pulau Dompak, Tanjungpinang, Selasa (14/9).
Ansar memaparkan pelabuhan ini rencananya akan dibangun di atas tanah seluas 1,7 hektare. Luas tersebut merupakan luas sementara. Bisa saja makin luas lagi dengan melakukan pembebasan tanah masyarakat di sekitarnya.
Pelabuhan ini pemerintah harap menjadi pelabuhan terpadu yang multifungsi. Selain menjadi pelabuhan perikanan dan logistik, Secara tidak langsung juga menjadi pelabuhan. Hal tersebut bisa mendukung pertahanan dan keamanan negara.
Sejatinya di Kabupaten Natuna sudah ada pelabuhan terpadu di Sekat Lampa untuk pelabuhan logistik dan perikanan. Hanya saja jarak menuju Selat Lampa sangat jauh dan melalui jalur yang terjal. Kurang bisa secara maksimal masyarakat manfaatkan untuk pelabuhan perikanan dan logistik.
“Kita membutuhkan dukungan dari Pak Dubes terkait rencana pembangunan pelabuhan samudera ini. Kepada Menteri Perhubungan juga sudah kita bahas. Apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sudah masuk proses. Dari masalah studi kelayakan, DED, dan sebagainya,” papar Gubernur. Saat ini, lanjutnya, Pemerintah Provinsi Kepri bersama Pemkab Natuna telah menyiapkan lahan seluas 1,7 hektare dan anggaran untuk studi kelayakan sebesar Rp2,5 miliar. Adapun usulan biaya pembangunan pelabuhan kepada Menteri Perhubungan RI sebesar Rp200 miliar.
“Saya sempat rapat bersama Menko Marves dan Menhub bahwa pelabuhan di Selat Lampa akan terkelola ke TNI AL untuk mendukung kegiatan pertahanan. Kemudian kami sepakat untuk pembangunan pelabuhan alternatif. Yakni, pelabuhan samudera sebagai pelabuhan logistik dan perikanan di Teluk Buton,” ungkap Ansar.
Sementara itu Dubes KBRI di Tokyo Heri Akhmadi menyambut baik rencana pembangunan ini. Namun, ia menegaskan jika posisi KBRI hanya sebagai perwakilan. KBRI hanya menjalankan kebijakan dan bukan pengambil kebijakan.
Heri menjelaskan hal ini juga sudah sempat masuk forum diskusi dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). Yakni sebuah lembaga kerja sama pemerintahan Jepang. Pihak JICA, menurut Heri, membuka lampu hijau untuk andil dalam proyek di pulau terluar tersebut.
“Kita sudah sempat membuka pembicaraan dan JICA membuka pintu untuk hal tersebut. Kita juga mau agar pelabuhan terpadu di Natuna ini memiliki value yang bisa menjadikan Natuna sebagai pusat perikanan internasional ke depannya,” ujar Heri.
Bahkan JICA sendiri, lanjut Heri, telah ikut andil dalam pembangunan pulau-pulau terluar yang ada di Indonesia sebagai upaya pemakmuran ekonomi dan keterisoliran di Indoneaia. (Antara/ogn/ed.zl)