“Ini adalah pencapaian luar biasa yang patut kita syukuri bersama. Paten HAKI – KIK ini menjadi bentuk apresiasi pada para leluhur atau pendahulu yang telah mewariskan pada kita tinggalan budaya. Berupa tahu takwa dan tenun ikat Kediri,” kata Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan, warisan budaya peninggalan leluhur yang jenius ini harus masyarakat jaga. “Para pendahulu kita merupakan investor. Para penemu yang jenius. Kita yang mendapat warisan ini harus merawatnya. Salah satunya dengan mematenkannya biar bisa terus anak cucu nikmati,” kata Mas Abu, sapaan akrabnya.
Dekranasda Kota Kediri tahun 2020 meluncurkan buku “Tenun Ikat Kediri: Menjalin Harmoni, Menjaga Tradisi”. Buku tersebut masuk sebagai salah satu bukti pendukung terbitnya HAKI-KIK ini. Tahu sebagai kuliner tertua oleh etnies Tionghoa di Nusantara ternyata juga masuk melalui Kota Kediri. Tepatnya saat armada Kubilai Khan merapat di Dermaga Sungai Brantas pada tahun 1292.
Suryatini N. Ganie dalam buku Dapur Naga di Indonesia kutipan ulang oleh Historia menyebutkan bahwa “Saat mengunjungi Kediri, kami mendapati tempat berlabuhnya jung-jung Mongol di kota itu. Yang sampai hari ini masih mendapat sebutan Jung Biru. Armada ini mempunyai jung-jung khusus untuk mengurus makanan tentara. Termasuk satu yang khusus untuk menyimpan kacang kedelai dan membuat tahu,” tulis Suryatini N. Ganie. (Antara/ac)