Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap terduga teroris berinisial AS yang merupakan warga Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) Lampung.
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan mengatakan, saat ini kelompok radikalisme dan terorisme membaur dengan warga dan pintar menyembunyikan jati diri. Sehingga banyak masyarakat tidak curiga bahwa yang bersangkutan adalah pelaku terorisme.
Ken menyebut latar belakang terduga teroris kebanyakan adalah NII dan Salafi/Wahabi Takfiri. Banyak mantan NII yang kecewa karena perjuangan hanya cari dana dan cari rekrutan baru, akhirnya pindah ke kelompok teroris JI atau JAD.
Baik NII maupun Salafi/Wahabi Takfiri, jika ketemu dengan JI atau JAD maka selangkah lagi mereka jadi teroris.
Kelompok Ideologi Salafi Wahabi Takfiri menurut Ken tak dapat tempat di Malaysia. Tapi di Indonesia berkembang pesat karena iklim demokrasi dan kekebasan berpendapat. Bahkan, di Indonesia pelakunya banyak dari kalangan aparat dengan istilah TNI/Polri Cinta Sunnah.
Lucu dan aneh tapi nyata, misalnya ajaran Salafi/Wahabi takfiri itu anti musik dan diharamkan. Tapi aparat ikut menyanyi Indonesia raya saat kegiatan. Setelah menyanyi lalu mereka Istighfar mohon ampun kepada Tuhan karena telah melakukan hal yang dianggap haram dan dilarang agama.
Ken menilai bahwasanya infiltrasi kelompok radikalisme cenderung sulit diidentifikasi karena masyarakat menilai aparatur negara merupakan kelompok memiliki jiwa nasionalisme paling kuat.
“Maka dari itu harus ada kesadaran dari pimpinan instansi atau lembaga bahwa bahaya ini nyata dan ada,” jelasnya.
Kapolri dan Panglima TNI harus segera bersih bersih internal, bila dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk untuk kedaulatan bangsa dan negara. Menhan menyebut ada sekitar 3 persen prajurit TNI yang terpapar radikalisme dan tak setuju Pancasila.
Bahkan, BNPT belum lama ini merilis ada 31 PNS tersangka terorisme yang ditangkap berstatus sebagai abdi negara. Di antaranya ada 8 Polri, 5 prajurit TNI.
Kementrian Agama juga diharapkan segera mengeluarkan sertifikasi kepada penceramah agama agar persoalan intoleransi dan radikalisme bisa diminimalisir. (red)