Kamboja Bebaskan 26 Aktivis Oposisi dan Tahanan Politik

168

Phnom Penh, Kamboja – Kamboja telah melepaskan 26 orang yang merupakan aktivis politik, lingkungan, dan kepemudaan, yang menghadapi tuntutan penghasutan melawan pemerintah.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa pembebasan itu merupakan langkah positif namun masih banyak yang ditahan.

Perdana Menteri Hun Sen, yang telah memimpin Kamboja selama 36 tahun, menghadapi seruan untuk memperbaiki catatan HAM dalam pemerintahannya menjelang konferensi tingkat tinggi Asia-Eropa, di mana Kamboja menjadi tuan rumah, pada bulan ini.

Seorang juru bicara kementerian kehakiman mengkonfirmasi dilepasnya para aktivis yang ditahan dan menolak adanya tekanan internasional. Dia mengatakan bahwa salah satu alasan dilepasnya para tahanan adalah untuk mengurangi kelebihan beban kapasitas penjara.

“Ini adalah prosedur normal pengadilan, pengadilan tidak memperhatikan apakah para tahanan aktivis atau bukan,” kata Chin Malin pada Reuters, Rabu.

“Ini adalah kampanye untuk membantu menyelesaikan kasus yang tertahan di pengadilan-pengadilan dan untuk mengurangi keterisian di penjara-penjara yang padat,” tambahnya.

Di antara mereka yang dilepaskan pada 5 November dan 12 November 2021 termasuk para anggota kelompok lingkungan Mother Nature Cambodia, aktivis partai oposisi dan pemimpin serikat Rong Chhun, menurut Human Rights Watch. Meski telah dibebaskan, tuntutan atas mereka belum dicabut.

“Pembebasan atas 26 orang yang ditahan secara tidak adil adalah berita baik, namun tak ada yang dapat menghentikan otoritas Kamboja untuk kembali menangkap mereka di masa depan, kata Brad Adams yang merupakan direktur Asia dari Human Rights Watch.

Adapun sebanyak 60 tahanan politik masih belum dibebaskan, kata kelompok itu.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk membebaskan aktivis politik dan kepemudaan lainnya tanpa persyaratan apapun, mengingat mereka tak seharusnya ditahan karena mengangkat isu-isu penting tentang lingkungan atau peraturan perundangan di Kamboja dalam domain publik,” kata direktur kelompok hak asasi manusia setempat LICADHO, Naly Pilorge.(reuters)