Syaifullah – Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 18 disebutkan bahwa manusia tidak akan mampu menghitung nikmat Allah. Karenanya, tugas yang harus dilakukan seorang hamba adalah bersyukur.
Hanya saja, bagaimana aturan yang dibenarkan agama sebagai wujud terima kasih atas segala kurnia yang diterima?
Ketahuilah bersyukur kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ sesungguhnya tidak cukup kalau hanya mengucapkan ‘alhamdulillah’.
Dari sejumlah keterangan yang didapat dari berbagai literatur, setidaknya ada tiga cara mengungkapkan syukur sebagai berikut:
-
Melalui Lisan
Mengapresiasi syukur lewat lisan yakni dengan ucapan ‘alhamdulillah” adalah hal minimal yang harus dilakukan. Aktivitas lain adalah berkata yang baik-baik.
Orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Mereka akan selalu berhati-hati dan berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang membuat orang lain tersakiti hatinya.
Orang yang bersyukur tidak berkeberatan untuk meminta maaf atas kesalahannya sendiri kepada orang lain sebagaimana mereka juga tidak berkeberatan memaafkan kesalahan orang lain.
Kepada Allah SWT, mereka senantiasa bersegera memohon ampunan kepada-Nya. Dan hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran, ayat 133:
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
Memohon ampun, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia memang tidak perlu ditunda-tunda. Lebih cepat tentu lebih baik. Betapa banyak kerugian yang timbul akibat macetnya hubungan atau silaturrahim antarsesama saudara, kawan dan relasi, gara-gara persoalan maaf-memaafkan belum terselesaikan.
-
Melalui Hati
Dalam aktivitas hati ini, bagaimana mengelola hati menjadi hal sangat penting. Aktivitas hati terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam bentuk perasaan senang, ikhlas dan rela dengan apa sudah yang ada.
Orang-orang bersyukur tentu lebih mudah mencapai bahagia dalam hidupnya terlepas apakah mereka termasuk orang sukses atau belum sukses. Syukur tidak mensyaratkan sukses dalam hidup ini sebab kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada manusia takkan pernah bisa dihitung.
Manusia takkan pernah mampu menghitung seluruh kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13, bertanya kepada manusia:
فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya: Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni Ar-Rahman. Dan pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud. Allah menantang kepada manusia untuk jujur dalam membaca dang menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan. Bagaimana bisa bisa bernapas, melihat dan mendengar, serta bagaimana bisa merasakan dengan panca indera kita?
Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu saja kita sudah tidak mampu menghitung berapa kenikmatan yang terlibat di dalamnya. Maka barangsiapa tidak bersyukur kepada Allah, sesungguhnya dia telah kufur atau mengingkari kenikmatan-kenikmatan yang telah diterimanya dari Allah SWT.
Orang-orang yang bersyukur kepada Allah tentu memiliki jiwa yang ikhlas dalam melakukan dan menerima sesuatu. Mereka yang bersyukur tentu tidak suka berkeluh kesah atas aneka kekurangan atau hal-hal tidak menyenangkannya.
Kalangan yang bersyukur tentu lebih sabar daripada mereka yang tidak bersyukur. Memang untuk bisa bersyukur kita perlu kesabaran. Untuk bersabar kita perlu keikhlasan. Dengan kata lain, syukur, sabar dan ikhlas sesungguhnya saling berkaitan.
Maka dalam ilmu tasawuf, syukur adalah suatu maqam atau tingkatan yang sangat tinggi yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang telah berhasil mencapai kompetensi tinggi dalam hal spiritualitas.
Dari sinilah kemudian muncul konsep kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini hanya bisa dicapai melalui latihan-latihan yang sering disebut dengan riyadhah. Hal ini berbeda dengan kecerdasan intelektual yang bisa diterima seseorang secara genetis tanpa melalui latihan-latihan tertentu.
-
Melalui Fisik
Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang lain misalnya seperti berbagi rezeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya.